Loading Now
×

Flexing & At tahadduts bin ni’mah?

Orang-orang yang hobi flexing bisa saja beralasan bahwa tindakan mereka itu dalam rangka menyampaikan atau menceritakan nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita (at-tahadduts bin ni’mah), sebagaimana ayat,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Adh-Dhuha: 11)

Alasan lainnya adalah untuk memotivasi orang lain agar bekerja keras dan fokus di dunia dan tidak mudah putus asa dalam meraih pencapaian duniawi.

At-tahadduts bin ni’mah memang salah satu bentuk bersyukur kepada Allah Ta’ala terhadap nikmat-nikmat yang telah Allah berikan. Abu Nadhrah rahimahullah mengatakan,

كان المسلمون يرون أن من شُكْرِ النعم أن يحدّثَ بها

“Kaum muslimin sepakat bahwa di antara bentuk mensyukuri nikmat adalah dengan menceritakan nikmat tersebut (yaitu, at-tahdduts bin ni’mah).” (Tafsir Ath-Thabari, 24: 489)

Jadi, perintah dalam surah Adh-Dhuha ayat 11 adalah perintah untuk mensyukuri nikmat, dan salah satu bentuknya adalah at-tahadduts bin ni’mah. Lalu, apa yang dimaksud dengan at-tahadduts bin ni’mah?

At-tahadduts bin ni’mah adalah menampakkan kenikmatan tersebut sebagai bentuk syukur kepada Dzat yang memberi, yaitu Allah Ta’ala. Dalam at-tahadduts bin ni’mah, seseorang lebih banyak memuji Dzat yang memberi, tujuannya adalah untuk mengagungkan Dzat yang memberi (Allah). Artinya, seseorang menyampaikan nikmat dengan fokus untuk menunjukkan bahwa semua itu dia raih adalah semata-mata karena kemudahan, pertolongan, dan nikmat dari Allah Ta’ala, bukan karena kemampuan dia sendiri. Misalnya, ketika seseorang memiliki suatu pencapaian, dia mengatakan, “Alhamdulillah, karena kemudahan dan pertolongan dari Allah, saya begini dan begitu … “ Ketika dia bercerita, dia lebih banyak memuji Allah Ta’ala. Inilah bentuk at-tahadduts bin ni’mah yang dimaksudkan oleh ayat tersebut.

Adapun flexing, dia lebih fokus kepada kenikmatan tersebut dan merasa bahwa dia lebih hebat daripada orang lain. Dia lebih membanggakan materi. Selain itu, ketika dia menceritakan atau menunjukkan nikmat duniawi tersebut, sedikit pun tidak ada maksud untuk mengagungkan Allah Ta’ala. Inilah yang dimaksud dengan orang yang pamer atau berbangga dengan dunia (al-fakhru bid dun-ya). Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)

وَفَرِحُواْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مَتَاعٌ

“Mereka berbangga dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’d: 26)

Yaitu, orang-orang yang merasa lebih tinggi status sosialnya dengan kenikmatan dan kemewahan duniawi tersebut. Inilah hakikat pamer (flexing), yang semua ini kembali kepada hati setiap orang. Dan kita tidak tahu kondisi hati dan batin masing-masing orang yang melakukan flexing.

Apalah artinya mempunya kekayaan, namun tidak memiliki sepeser pun jasa dan manfaat untuk Islam dan kaum muslimin secara umum. Orang lain, terutama orang-orang miskin, hanya bisa melihat, yang justru hanya akan menimbulkan kebencian masyarakat kepadanya. Hal ini sebagaimana fenomena yang kita lihat dewasa ini. Kalau sampai orang-orang tersebut benci atas flexing yang dilakukan oleh orang-orang kaya, maka yang perlu diwaspadai dan ditakutkan adalah doa buruk dari mereka.

وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

Sumber

SIlahkan di Bagikan

Post Comment